Jadi Kurir Proklamasi Kemerdekaan 1945, Remaja Ini Bertaruh Nyawa
Di Palembang, rombongan berpencar. Masing-masing mendapat surat jalan yang intinya menerangkan pembawa surat anggota organisasi pemuda dari Jawa, yang bertugas menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan. Surat tugas hanya akan diperlihatkan kepada pejabat setempat. Juga ketika ada penggeledahan pejuang. Mereka diwanti-wanti menyembunyikan surat tugas dari tentara Jepang maupun Belanda.
Di Palembang, tentara Jepang masih giat melakukan patroli keamanan dan penggeledahan. Kabar kekalahan Perang Dunia II, termasuk informasi
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta, sengaja ditutup rapat-rapat. Begitu juga di jalan-jalan Bukittinggi. Tentara Jepang juga masih giat berpatroli. Suroso dan Bonggar menemui Djamaluddin Adinegoro selaku Kepala Perwakilan RI di Bukittinggi. Adinegoro yang kelak menjadi tokoh Pers Indonesia merupakan adik Mohammad Yamin, beda ibu.
Dalam "Sketsa Tokoh, Catatan Jakob Oetama" menuliskan: Ketika Proklamasi Kemerdekaan bergema di Pegangsaan Timur, Adinegoro menjadi Ketua Komite Nasional Sumatera. Kemudian menjadi komisaris besar pemerintah RI di Bukittinggi, kepala penerangan dan menerbitkan Harian Kedaulatan Rakyat. Dari Adinegoro, Suroso dan Tonggar mendapat surat jalan ke Medan. Adinegoro juga menyelipkan beberapa lembar uang Jepang sebagai bantuan bekal perjalanan.
"Barangkali ada gunanya nanti," kata Adinegoro seperti dikisahkan dalam "Kurir-kurir Kemerdekaan, Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945".
Perjalanan Bukittinggi-Medan ditempuh dengan bus umum. Kondisi jalan sama buruknya jalur Palembang-Bukittinggi. Di perjalanan, di depan para penumpang, Suroso dan Bonggar tidak meluangkan kesempatan untuk menyampaikan kabar Proklamasi Kemerdekaan .
Kabar itu disambut gembira. Banyak yang ingin tahu lebih jauh situasi Pulau Jawa. Banyak penduduk Sumatera yang belum mengetahui Indonesia sudah merdeka . Di Medan, rakyat bergerak lebih progressif. Para pemuda merampas senjata tentara Jepang dan membentuk Tentara Rakyat. Revolusi sosial digerakkan. Kaum bangsawan serta ambtenar yang dulu pro Belanda mulai dipersempit ruang geraknya.
Belanda mengimbangi dengan membentuk Poh An Tui, pasukan keamanan bersenjata yang terdiri dari orang-orang Tionghoa. Medan tidak aman. Kontak senjata berlangsung di mana-mana. Banyak penduduk yang mengungsi ke Pematangsiantar. Kedatangan pemuda Jawa yang membawa kabar Indonesia merdeka membuat para pejuang Tentara Rakyat semakin bersemangat. Dengan cepat kabar tersebut menjalar ke mana-mana.
Saat di Medan, Bonggar menyempatkan pulang ke kampung kelahirannya di Tapanuli dan tidak kembali. Suroso sendirian. Pemuda Madiun itu menunggu kedatangan Gatot Iskandar dan Hamid yang masih melakukan tugasnya di Sumatera Barat.
Sementara tiga hari di Muara Bungo, Gatot dan Hamid melanjutkan jalan ke Sawahlunto. Di setiap kesempatan apapun, di depan warga setempat, mereka selalu bercerita Proklamasi Kemerdekaan .
Bercerita tentang situasi Jawa dan Indonesia yang sudah merdeka. Dari Sawahlunto perjalanan menyambung ke Bukittinggi. Gatot dan Hamid juga bertemu dengan Djamaluddin Adinegoro. Gatot sempat dibawa ke atas panggung.
Di depan massa pemuda Bukittinggi, dia berpidato tentang Proklamasi Kemerdekaan. Pemuda asal Kediri itu juga berseru kepada massa untuk bersatu padu melawan Belanda yang kembali datang bersama sekutu. Di Bukittinggi Hamid menyempatkan pulang ke kampung halamannya.
Seperti Bonggar, Hamid juga tidak kembali. Gatot praktis melakukan kerja-kerja perjuangan seorang diri. Seluruh tokoh-tokoh penting di daerah setempat dia datangi. Di Batangtoru, Sibolga, Tarutung. sesuai tugasnya, Gatot mengabarkan Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan.
Dari Balige, Gatot Iskandar seorang diri menempuh perjalanan menuju Medan. Tiba di Medan, Gatot kembali bertemu Suroso.
Setelah beristirahat semalam, kedua pemuda itu langsung melanjutkan perjalanan ke Aceh. Di Balai Penerangan Langsa, Gatot dan Suroso bertemu banyak tokoh penting. Seorang tokoh PNI yang hijrah ke Partai Murba, sejumlah pejuang eks Digul, serta tokoh Masyumi. Kabar yang dibawa keduanya semakin memompa semangat para pejuang untuk
mempertahankan kemerdekaan .
Di studio mini penyiaran berita balai penerangan, Gatot mengabarkan Proklamasi Kemerdekaan. Suaranya terdengar hingga ke sudut-sudut kota. Di Langsa dan Kuala Simpang, Gatot dan Suroso juga banyak menjumpai tokoh-tokoh pejuang yang sengaja memiara cambang brewoknya. Mereka berikrar tidak akan mencukur bulu sebelum Jepang benar-benar hengkang dari Kuala Simpang.
"Ikrar itu kemudian diperpanjang sampai pada Indonesia Merdeka penuh, bulat dan berdaulat," kata Gatot seperti dikisahkan dalam "Kurir-kurir Kemerdekaan, Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945".
Di Kutaraja Aceh, Gatot dan Suroso sempat bertemu Tengku Mohammad Daud Beureueh. Tokoh ulama yang terkemuka. Bersama beberapa tokoh pejuang asal Aceh, dua pemuda asal Kediri dan Madiun tersebut, sempat diajak menyeberang ke Pulau Pinang dan Malaya (Malaysia).
Editor: Nani Suherni