Jadi Kurir Proklamasi Kemerdekaan 1945, Remaja Ini Bertaruh Nyawa
JAKARTA, iNews.id - Remaja berusia 15 tahun bernama Gatot Iskandar menjadi salah satu tokoh yang berjasa dalam Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan Soekarno-Hatta. Diusianya yang masih sangat muda, Gatot Iskadar rela bertaruh nyawa.
Sebelum pada bulan Oktober 1945 Gatot Iskandar didatangi dua orang utusan Soekanto yakni Tjokrodiatmodjo, Kapolri pertama (1945-1959). Proklamasi Kemerdekaan RI baru berusia dua bulan.
Deklarasi kemerdekaan yang berlangsung mencekam. Di hari itu Jepang masih berkuasa. Dengan memiliki empat batalyon bersenjata lengkap, Jakarta masih dikangkangi sepenuhnya.
"Andai kata mau, pasukan Jepang mungkin saja dapat meringkus para pejuang republiken yang ada di sana. Yang pada kenyataannya, mereka itu hanya bermodalkan semangat serta secarik kertas proklamasi," kata Mangil Martowidjojo, pengawal Bung Karno seperti dikisahkan Julius Pour dalam "Pengalaman dan Kesaksian Sejak Proklamasi Sampai Orde Baru".
Sudah dua bulan lamanya dikumandangkan, namun kabar proklamasi kemerdekaan belum juga tersebar merata. Khususnya di daerah-daerah luar Jakarta. Terutama di luar Jawa. Mereka yang kebetulan memiliki radio, bisa segera tahu. Bahwa Indonesia telah merdeka. Karena RRI (Radio Republik Indonesia) menyiarkannya berulang-ulang. Namun rakyat kelas bawah di luar Jakarta dan luar Pulau Jawa yang tidak punya radio, banyak yang belum tahu.
Pada Oktober 1945, Gatot masih tercatat sebagai siswa kelas III SMP sekolah Taman Siswa Yogyakarta. Dia juga tercatat aktif dalam organisasi Pemuda Republik Indonesia (Perindo).
Situasi yang kacau balau, tahun 1944, sekolahnya tutup. Gatot memutuskan pulang ke Kediri. Remaja yang baru tumbuh itu sedang berada di markas Perindo Kediri saat dua pemuda utusan Kapolri Soekanto tiba dari Jakarta.
Tajib Ermadi, salah seorang tokoh pergerakan sekaligus pejuang Kediri yang kelak menjadi Pemimpin Umum Majalah Jayabaya, tiba-tiba memanggil namanya. Tajib yang menerima dua orang tamu dari Jakarta, Hayat Harahap dan Suratman. Hayat Harahap merupakan keponakan Parada Harahap, salah satu tokoh pers Indonesia. Gatot dipanggil untuk diperkenalkan.
"Kedua pemuda itu dari organisasi Gerakan Angkatan Muda Indonesia (GAMI) yang membawa surat tugas yang ditandatangani oleh Kepala Kepolisian Negara, Bapak RS Sukanto," tutur Gatot Iskandar seperti diceritakan dalam buku "Kurir-kurir Kemerdekaan, Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945".
Tidak banyak basa-basi. Pada intinya, Gatot terpilih sebagai
kurir kemerdekaan. Dia dipercaya menyebarluaskan kabar proklamasi kemerdekaan kepada penduduk Pulau Sumatra. Tugasnya memang bukan untuk berperang. Tapi amanah itu juga tidak ringan. Di ruangan yang hanya ada empat orang, termasuk Gatot sendiri. Remaja Kediri yang SMP saja belum lulus itu, mantap menyatakan kesanggupannya.
"Usiamu memang masih remaja, masanya enak bersekolah. Tapi tanah air memanggil . Kita semua harus rela berkorban, demi kejayaan bangsa dan negara," kata Tajib Ermadi seperti tertulis dalam "Kurir-Kurir Kemerdekaan, Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945". Gatot tidak sendiri.
Dari Kediri, dia ditemani Umar. Pemuda lain yang berumuran sebaya. Saat dipamiti, kedua orang tua Gatot langsung memberi restu. Dengan buntalan kecil berisi pakaian ala kadar dan bekal yang terbatas, Gatot dan Umar berangkat.
Sebelum menuju stasiun kereta api Kediri, keduanya sengaja mendatangi pimpinan Fond Kemerdekaan Indonesia. Di era revolusi fisik, di setiap wilayah karsidenan berdiri Fond Kemerdekaan Indonesia.
Termasuk juga di Karsidenan Kediri. Tugas Fond Kemerdekaan Indonesia adalah menggalang dana sukarela untuk perjuangan. Namun bukan tambahan bekal yang didapat. Gatot dan Umar malah dititipi kotak bersegel Fond. Di sepanjang perjalanan, keduanya diminta sekalian menggalang dana.
"Wah, ciloko!. Mau pergi tidak disangoni, tapi malah disuruh cari duit," ujar Gatot.
Tidak menunggu lama. Keduanya bergegas meninggalkan Kediri. Perjalanan sebagai kurir kemerdekaan menuju Pulau Sumatera diawali dengan menumpang kereta api tujuan Jakarta. Di atas kereta api trutuk (Ada yang menyebut sepur kluthuk), yakni kereta dengan lokomotif uap berbahan bakar kayu, kedua pemuda belia itu bergabung dengan penumpang lain.
Persis di bagian dada. Pada baju yang dikenakan Gatot dan Umar, masing-masing terpasang lencana kecil merah putih. Lencana berbahan logam tipis (seng) yang biasa dipakai para pejuang.
Editor: Nani Suherni