Weekend Story: Kecubung, Si Mungil Beracun Bikin Halusinasi Banyak Makan Korban

- Kasus ringan
Gejala seperti halusinasi ringan, kebingungan dan mual biasanya dapat pulih dalam beberapa jam dengan pemberian obat-obatan dan observasi di rumah sakit.
- Kasus sedang
Gejala seperti halusinasi berat, agresivitas dan kejang mungkin memerlukan beberapa hari perawatan di rumah sakit dengan pemberian obat-obatan yang lebih kuat dan pemantauan ketat.
- Kasus parah
Pada kasus yang sangat parah, korban mengalami koma atau komplikasi lain, penanganan mungkin memerlukan mingguan bahkan berbulan-bulan di rumah sakit, tergantung pada tingkat keparahan komplikasi dan respons pasien terhadap pengobatan.
Kecubung merupakan tanaman berbunga indah dengan kelopak putih bak terompet, menyimpan sisi gelap yang membuatnya dijuluki jimat setan. Di balik keindahannya, kecubung menyimpan racun mematikan yang dapat mengganggu saraf dan berakibat fatal.
Buah kecubung berbentuk bulat agak melonjong dengan diameter 4-5 sentimeter. Bagian luar buah kecubung memiliki duri-duri pendek. Dalam buah kecubung terdapat biji buah kecil kuning kecokelatan. Buah yang lebih tua berwarna hijau tua, sedangkan buah yang lebih muda berwarna hijau pucat cerah.
Bunga tanaman kecubung yang indah menjadi satu cirinya paling menonjol. Keunikan bentuk bunga kecubung ini seperti terompet terbalik. Warna bunga kecubung juga bervariasi, ada putih, ungu dan kuning. Banyak yang menyebutkan, kecubung berwarna putih yang paling beracun.
Namun, di balik racunnya, kecubung juga menyimpan segudang manfaat. Sejak berabad-abad lamanya, tanaman ini telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit. Bijinya yang kaya alkaloid, seperti skopolamin dan atropin, diolah menjadi obat pereda nyeri, obat asma, obat mabuk, bahkan obat penenang sebelum operasi.
Meski memiliki banyak manfaat, penting untuk diingat bahwa kecubung merupakan tanaman beracun. Konsumsi bagian tanaman ini, terutama bijinya, dalam dosis tinggi dapat menyebabkan halusinasi, kejang, kelumpuhan, bahkan kematian.
Editor: Kurnia Illahi