JAKARTA, iNews.id - Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa periode tahun 2021-2022. Dia langsung dibawa ke Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tangan diborgol.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, penahanan dilakukan agar proses penyidikan dapat berjalan lancar.
"Penahanan tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 18 November sampai dengan 7 Desember 2021 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/11/2021).
Menurutnya sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, tersangka akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari.
"Isolasinya akan dilakukan di rutan tersebut," katanya.
Pantauan MNC Portal, Bupati HSU Abdul Wahid tampak tertunduk lesu saat ditanyai para wartawan mengenai kasus yang menimpanya. Tangannya diborgol dan hanya banyak menundukkan wajah.
Diketahui, perkara ini merupakan pengembangan hasil operasi tangkap tangan (OTT) dengan tiga tersangka. Mereka yakni Plt Kadis Pekerjaan Umum HSU, Maliki (MK), Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH) dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi (FRH).
Ketua KPK menjelaskan, pada awalnya Abdul selaku Bupati Hulu Sungai Utara dua periode pada awal tahun 2019 menunjuk Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP. Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh Maliki untuk menduduki jabatan tersebut.
"Penerimaan uang oleh tersangka AW dilakukan di rumah MK pada sekitar Desember 2018. Uang diserahkan langsung MK melalui ajudan tersangka AW," katanya.
Kemudian sekitar awal tahun 2021, Maliki menemui tersangka Abdul di rumah dinas jabatan bupati untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.
"Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, MK telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud," katanya.
Selanjutnya Abdul menyetujui paket plotting tersebut dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10 persen untuk Abdul dan 5 persen ke Maliki.
"Adapun pemberian komitmen fee yang antara lain diduga diterima tersangka AW melalui MK, yaitu dari MRH dan FH dengan jumlah sekitar Rp500 juta," ucapnya.
Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP. Yakni tahun 2019 sejumlah Rp4,6 Miliar, lalu pada 2020 senilai Rp12 Miliar dan 2021 sekitar Rp1,8 Miliar.
"Selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang tunai pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing yang hingga saat ini terus dilakukan penghitungan jumlahnya," ujarnya.
Atas perbuatannya, Abdul disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.
Editor : Donald Karouw
bupati hulu sungai utara tersangka suap rumah tahanan komisi pemberantasan korupsi firli bahuri ketua kpk penahanan
Artikel Terkait