Gelar Ramah Tamah, Pj Bupati HSU Sambut Kedatangan Yayasan Adipati Danuraja

Dari berbagai referensi, Adipati Danu Raja merupakan golongan Anak Cucu Orang Sepuluh (Cucu Sepuluh) di Amuntai. Sebagai raja daerah (adipati) yang beribukotakan Sungai Banar (kini Amuntai Selatan), merupakan salah satu provinsi di bawah Kesultanan Banjar, antara 1835-1845.
Banua Lima awalnya adalah wilayah Kerajaan Negara Daha yang ditaklukkan Kesultanan Banjar di era raja pertama, Sultan Sultan Suriansyah, hingga jadi daerah kekuasaan. Ketika itu, ibu kota Banua Lima yang awalnya di Negara Daha (Nagara, Hulu Sungai Selatan), berpindah ke Sungai Banar (Amuntai Selatan).
Hingga Kesultanan Banjar dihapus Belanda, dan akhirnya wilayah Banua Lima menjadi Afdeeling Amonthaij (Amuntai). Namun, Adipati Danu Raja tetap menjadi raja daerah Banua Lima.
Masa kekuasaan Adipati Danu Raja terekam dalam catatan sejarah, termasuk Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia), Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia) (1860). Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap dan referensi lainnya menyebut nama asli adalah Jenal, dan versi lainnya lebih lengkap Anang Jainal Abidin.
Dari keturunan Adipati Danu Raja terdapat dua tiga nama yang mewarisi kekuasaannya, yakni Kiai Temenggung Mangkunata Kusuma, Raden Ngabehi Warga Kesoema, dan Haji Temenggung Kasuma Juda Negara. Hingga Adipati Danu Raja wafat pada 9 November 1861.
Sedangkan dari garis keturunan, Adipati Danu Raja merupakan putra pasangan Kiai Ngabehi Jaya Negara (Pambakal Karim) dan Aluh Ungka.
Jadi para keturunan Datu Kabul (Datu Sepuluh) yang merupakan orang-orang berjasa di era Kesultanan Banjar ini dihimpun kembali di bawah Yayasan Adipati Danu Raja.
Editor: Anindita Trinoviana