Pahlawan Wanita Indonesia, Laksamana Malahayati (Foto: Pemkab Aceh Besar).

13. Fatmawati

Monumen Pahlawan Nasional, Fatmawati Soekarno di Simpang Lima Ratu Samban, Kota Bengkulu, Rabu (5/2/2020). (Foto: iNews/Endro Dwirawan)

Fatmawati merupakan istri dari Presiden pertama RI, Soekarno, sekaligus menjadi Ibu Negara Indonesia yang pertama. Fatmawati merupakan penjahit Bendera Pusaka sang Saka Merah Putih yang dikibarkan dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Fatmawati lahir pada tanggal 5 Februari 1923 di Bengkulu, Indonesia dan meninggal pada tanggal 14 Mei 1980 di Kuala Lumpur, Malaysia, di usia 57 tahun.

Dia aktif berorganisasi, pernah menjadi pengurus Nasyla Aisyiah Muhammadiyah sebagai pembaca ayat Al-Quran, Paduan Suara (koor), dan Pawai Obor.

Dalam bidang kewanitaan, Fatmawati telah berhasil menjadikan Ny Wakijah Sukijo, Ny Pujo Utomo, dan Ny Mahmudah Mas’ud sebagai anggota wanita dalam kepengurusan KNIP berdasarkan  Penpres  No. 17 tahun 1949.

Pada 1951, Fatmawati dengan gigih ikut memperjuangkan agar dokumen, barang, dan arsip pemerintah RI yang dirampas oleh Belanda antara tahun 1945 hingga 1950 di Jakarta dan Yogyakarta dapat dikembalikan ke Indonesia.

Dia juga turut serta secara aktif dalam memberikan bantuan mengirim perbekalan kepada istri prajurit dan para prajurit yang sedang berjuang di wilayah pertempuran. Fatmawati merupakan seorang yang gigih berjuang menjadikan eks Karesidenan Bengkulu sebagai Provinsi Bengkulu.

14. Nyai Ahmad Dahlan (Siti Walidah)

Nyai Ahmad Dahlan merupakan tokoh Emansipasi Perempuan dan tokoh Pembaharu Islam, serta Pendiri dan Pemimpin Aisyiyah. Ia pernah berpartisipasi dalam diskusi perang bersama Jenderal Sudirman dan Presiden Sukarno.

Beliau lahir dengan nama Siti Walidah dan merupakan istri dari pendiri Muhammadiyah sekaligus seorang pahlawan nasional bernama KH Ahmad Dahlan.

Walidah menyertai perjuangan suaminya dalam suka dan duka. Ia memprakarsai berdirinya perkumpulan “Sopo Tresno” pada 1914 untuk wanita Islam, yang mementingkan 3 bidang yaitu dakwah, pendidikan, dan sosial.

Sopo Tresno kemudian dilebur menjadi “Aisiyah” di tahun 1917, Aisiyah menjadi bagian wanita dari Muhammadiyah. Aisiyah berkembang, kemudian menyusul berdirinya perkumpulan untuk remaja putri islam dengan nama “Nasyiatul Aisiyah”.

Dalam bidang sosial, Aisiyah mendirikan badan-badan yatim-piatu, fakir miskin, pemberantasan buta huruf, dan lain sebagainya. Ia juga mendirikan asrama puteri yang diselenggarakan di rumahnya, ia memberikan pendidikan keimanan, praktek ibadah, sampai berlatih pidato, dan dakwah.

Nyai Ahmad Dahlan terus melakukan perjuangannya bahkan setelah suaminya meninggal, ia membina generasi muda terutama perempuan islam agar tekun, gigih, dan berpendidikan. Ia juga turut serta secara aktif dalam memberikan bantuan mengirim perbekalan kepada istri prajurit dan para prajurit yang sedang berjuang di wilayah pertempuran.


Editor : Nani Suherni

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3 4 5 6 7
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network