Selain itu, uang tunai Rp4,1 miliar yang ditemukan di rumah Abdul Wahid saat dilakukan penggeledahan merupakan uang gratifikasi yang diberikan kepada terdakwa karena jabatannya selaku bupati.
"Yang terhitung 30 hari kerja sejak diterima oleh terdakwa tidak pernah pula melaporkan kepada Direktorat Gratifikasi KPK," kata dia.
Selanjutnya soal pembayaran uang pengganti Rp26 miliar. KPK menyatakan uang pengganti itu seharusnya tetap dibebankan kepada terdakwa sebab telah dinikmati dan dibelanjakan dengan membeli berbagai aset berupa tanah dan bangunan.
Sebelumnya, tim jaksa dalam surat tuntutannya telah menguraikan berbagai penerimaan terdakwa Abdul Wahid yang kemudian diubah bentuk menjadi berbagai aset bernilai ekonomis tinggi.
"KPK berharap majelis hakim pengadilan tinggi akan memutus dan mengabulkan permohonan tim jaksa sebagaimana surat tuntutan," ujar Ali.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin telah memvonis terdakwa Abdul Wahid dengan hukuman pidana penjara 8 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Putusan tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU KPK. Uang pengganti yang dituntut jaksa tidak disertakan hakim dalam vonis. Dalam tuntutannya, JPU KPK menuntut Abdul Wahid pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan.
Kemudian Abdul Wahid dituntut membayar uang pengganti Rp26 miliar lebih. Uang pengganti tersebut diperhitungkan dari total gratifikasi yang menurut JPU KPK telah diterima terdakwa sejak tahun 2015 baik berupa fee proyek maupun jual beli jabatan di lingkup Pemkab HSU, yakni lebih dari Rp31 miliar.
Jumlah itu lalu dikurangkan dengan aset likuid yang telah disita penyidik dan dirampas untuk negara, termasuk uang tunai baik berupa rupiah, dolar AS maupun dolar Singapura yang nilainya setara kurang lebih Rp5,1 miliar.
Editor : Reza Yunanto
Artikel Terkait