Bendungan Tapin (Foto: Antara)

Singkatnya, dari hasil pertemuan besar itu sampailah kepada keputusan untuk memperbolehkan pembangunan bendungan, meskipun harus merelakan suasana kampung lama.

Keputusan itu didasari, mengingat dan menimbang hal hal penting untuk kemashalatan orang banyak di Tapin dan kesempatan untuk mengejar ketertinggalan, khususnya untuk sumber daya manusia (SDM) masyarakat dayak menuju era modernisasi.

“Selama ini kita ketertinggalan baik dalam segi infrasutuktur maupun SDM, dengan pemikiran dibangunnya bendungan ini akan  merubah tata cara kehidupan anak cucu kami nantinya,” ujarnya

Setelah dilakukan ganti untung atas pembebasan tanah, dirasakan lelaki yang juga berstatus Damang Adat itu, sekarang kehidupan masyarakat sudah berubah drastis, membaik dibanding dengan sebelumnya.

Senada dengan masyarakat setempat pada umumnya, diakui Kharliansyah, ketertinggalan itu sudah dirasa oleh generasinya dan generasi di atasnya misalnya banyak yang tidak sempat untuk mengenyam pendidikan yang layak hingga ada yang buta baca dan tulis.

“Dampak positifnya sudah nampak. Kehidupan masyarakat di Desa Pipitak Jaya dan Harakit yang tadinya, dulunya –mohon maaf- kehidupan masyarakat di sana jauh dari kelayakan, sekarang  mereka sudah kelihatan makmur. Ke depannya nanti bagaimana mereka mengelola, mempertahankan dan merubah kehidupan anak cucunya kelak misalnya untuk pendidikan dan lainya dari uang hasil pembebasan tanah,” ucapnya.

Dampak negatif yang terjadi, sekarang keharmonisan sosial masyarakat sudah terasa memudar berbeda seperti yang dulu.

“Solidaritas masyarakat sebagai orang adat perlahan mulai menghilang. Kebudayaan pun juga terancam hilang, banyak faktor yang mempengaruhi. Sebagai putra daerah tentu kita akan mencoba mempertahankan adat istiadat agar tidak hilang, sampai sekarang masih dilakukan,” ucapnya.

Kecamatan Piani yang letak geografirnya berada di area perbukitan itu berpenduduk 5.965 jiwa, dari delapan desa diantaranya ada empat desa yang dihuni masyarakat adat dayak diantaranya Pipitak Jaya, Harakit, Batung dan Balawaian.

Di empat desa itu memiliki balai adat masing-masing dan memiliki tradisi yang sama. Hal yang paling menonjol yaitu ketika mengekspresikan syukur atas hasil panen yang melimpah, penduduk lokal menyebutnya “Aruh”.


Editor : Nani Suherni

Sebelumnya
Halaman :
1 2 3

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network