Di Tahun 2012 dilakukan penyusunan LARAP tahap II dan revieu sertifikasi bendungan Tapin tahap I. Masuk ke 2013 dilakukan reviu sertifikasi tahap II dan Tahun 2014 dilakukan investigasi geologi tambahan bendungan.
Tibalah proses pembangunan di Tahun 2015 oleh BWS Kalimantan II melaui kontraktor PT. Brantas Abibraya dan PT. Waskita Karya. Tanggal kontak dimulai pada 13 Oktober 2015-31 Desember 2020 dengan nilai Rp986.503.498.000.
Sampai ke 2018 BWS Kalimantan II melakukan penggelakan Sungai Tapin. Sampai pada 9 Oktober 2020 dilakukanlah impounding pengisian awal bendungan dihadiri oleh Direktur Bendungan dan Danau, Ditjen Sumber Daya Air (SDA) Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tentunya di hari itu juga ada Bupati Tapin di jabat HM Arifin Arpan.
Masih ada kisah dari rentetan kronologi pembanguan bendungan dari BWS Kalimantan II itu. Tercatat, dalam ingatan masyarakat setempat, sebelum diajukan pada Tahun 2003, tepatnya 20 tahun sebelum diresmikannya bendungan itu oleh Jokowi Kamis, 18 Februari 2021.
Pada Tahun 2000, pemerintah daerah sudah menyosialisasikan wacana pembuatan bendungan yang akan menenggelamkan Desa Pipitak Jaya dan Harakit kepada masyarakat di Kantor Kecamatan Piani.
“Sosialisasi pertama oleh pemerintah daerah Tapin pada tahun 2000 terkait rencana pembangunan bendungan. 60 persen masyarakat pada saat rapat itu menyatakan setuju, namun berbeda dengan masyarakat Desa Pipitak Jaya dan Harakit, mereka menolak,” ujar Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Tapin, sekaligus putra daerah kelahiran Desa Mancabung (sekarang Desa Pipitak Jaya).
Dijelaskan lelaki bersuku dayak itu, sebagian masyarakat menolak lantaran takut hilangnya kebudayaan, tempat tinggal dan tanah.
“Oleh karena penolakan itu saya membuat sebuah buku yang berjudul Tanggapan Masyarakat Tentang Pembangunan Bendungan kepada Bupati Tapin yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Tapin,” ujar pensiunan polisi itu, menceritakan.
Sejalan dengan perencanaan proyek negara. Tepatnya, 11 September 2009, tokoh masyarakat dari ke dua desa itu melakukan rapat atau kerap disebut sebagai sidang adat.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait