get app
inews
Aa Text
Read Next : 16 Nama Pahlawan Wanita Indonesia dan Asal Daerahnya, Nomor 9 Pendiri PIKAT

15 Pahlawan Wanita Indonesia, Nomor 4 Gugur di Usia 17 Tahun Lanjutkan Perjuangan Ayah

Selasa, 09 Agustus 2022 - 17:00:00 WITA
15 Pahlawan Wanita Indonesia, Nomor 4 Gugur di Usia 17 Tahun Lanjutkan Perjuangan Ayah
Pahlawan Wanita Indonesia, Laksamana Malahayati (Foto: Pemkab Aceh Besar).

JAKARTA, iNews.id - Pahlawan wanita Indonesia jumlahnya memang lebih sedikit dibanding pejuang pria. Namun, peran mereka tentu tidak diragukan lagi.

Jika kita berbicara mengenai kemerdekaan Republik Indonesia, maka tidak akan lengkap tanpa menyebut nama-nama pahlawan nasional.  Tanpa jasa mereka, mungkin tidak akan ada Indonesia yang seperti seperti sekarang.

Tidak hanya laki-laki, terdapat juga banyak pahlawan wanita yang turut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pahlawan wanita Indonesia yang pemberani ini datang dari seluruh penjuru tanah air. 

Siapa saja mereka? Berikut ini Pahlawan Wanita Indonesia yang harus kamu ketahui:

1. Laksamana Malahayati

Pahlawan Nasional Laksamana Malahayati (Foto: Pemkab Aceh Besar).
Pahlawan Nasional Laksamana Malahayati (Foto: Pemkab Aceh Besar).

Laksamana Malahayati merupakan salah satu pahlawan wanita dari Aceh pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Beliau lahir di Aceh besar, pada tahun 1550. Laksamana Malahayati merupakan putri dari Laksamana Mahmud Syah, cucu Laksamana Said Syah, dan cicit dari Sultan Aceh Salahudin Syah yang berkuasa pada tahun 1530 hingga 1539.  

Dari silsilahnya, Malahayati mewarisi semangat wira samudra, yang mana dia terlibat aktif dalam pertempuran Teluk Haru melawan armada laut Portugis. Pertempuran tersebut menewaskan suaminya. Namun dia tidak larut dalam kesedihan, bahkan bangkit membentuk pasukan Inong Balee yang terdiri dari para janda yang suaminya gugur dalam perang. 

Dalam Inong Balee ini, Malahayati diangkat sebagai laksamana, sekaligus menjadikannya wanita Aceh pertama yang menyandang pangkat laksamana. Pada tanggal 21 Juni 1599, Laksamana Malahayati memimpin pasukan laut Kesultanan Aceh melawan Belanda yang memaksakan kehendak dalam berdagang dengan Aceh.  

Sejarah mencatat, peperangan ini menewaskan Cornelis De Houtman, seorang pelaut Belanda yang menemukan jalur menuju Indonesia. Laksamana Malahayati meninggal dunia tahun 1615, ketika ia berusia 65 tahun. Makamnya saat ini ada di Desa Lamreh, Krueng Raya, Aceh Besar. Laksamana Malahayati ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/2017 pada tanggal 6 November 2017.

2. Dewi Sartika 

Pahlawan wanita Indonesia berikutnya yaitu Dewi Sartika. Beliau merupakan pahlawan pendidikan dari tanah Sunda. Dia merupakan anak dari Patih Bandung, Raden Rangga Somanagara yang lahir pada tanggal 4 Desember 1884. 

Sebagai anak seorang yang terpandang, Dewi Sartika mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki anak perempuan lain pada masa itu.

Dewi Sartika merupakan seorang perempuan yang cerdas serta kritis. Kecerdasannya tak membuatnya menjadi sombong. Ia bahkan dengan ikhlas membagikan ilmu yang dimilikinya kepada anak gadis di sekitarnya. Kabar bahwa Dewi Sartika membuka kegiatan belajar mengajar kemudian terdengar sampai ke telinga pemerintah. Hingga pada akhirnya dia diberikan izin untuk mendirikan Sekolah Istri yang menjadi tempatnya berbagi ilmu.

3. R.A. Kartini 

Pahlawan Wanita Indonesia, RA Kartini
Pahlawan Wanita Indonesia, RA Kartini

Nama R.A Kartini mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga kalian. Hari lahirnya bahkan dijadikan sebagai hari libur nasional. Perjuangannya untuk menyetarakan derajat perempuan, membuat namanya akan selalu dikenang.

Menurut Jurnal Seuneubok Lada 2(1), Raden Ajeng Kartini atau Raden Ayu Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1897. Kartini lahir dari keluarga ningrat, ayahnya seorang bupati, sedangkan ibunya merupakan priyayi yang dihormati. 

Sebagai perempuan yang lahir dari keluarga terpelajar, Kartini mendapatkan kesempatan untuk belajar dan berkenalan dengan banyak perempuan Eropa. Kartini kagum dengan cara berpikir para perempuan Eropa.

Berawal dari sanalah R.A. Kartini berkeinginan memajukan perempuan pribumi, yang mana ketika itu berada pada status sosial yang rendah. Kartini kemudian berjuang agar status sosial perempuan Indonesia bisa setara dengan kaum laki-laki masa itu. Berkat perjuangannya tersebut, R.A. Kartini disebut sebagai pahlawan emansipasi wanita. Dia juga menjadi pahlawan kemerdekaan nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964 yang dikeluarkan pada 2 Mei 1964.

4. Martha Christina Tiahahu 

View this post on Instagram

A post shared by Arsip Sejarah Indonesia (@arsip_indonesia)

Martha merupakan pejuang perempuan dari Maluku yang wafat pada usia 17 tahun. Martha Christina Tiahahu lahir di Nusa Laut pada tanggal 4 Januari 1800 dan meninggal di Laut Banda pada tanggal 2 Januari 1818.  Martha Christina Tiahahu seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusa Laut, putri dari Kapitan Paulus Tiahahu dari negeri Abubu, seorang pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura pada 1817.  

Martha Christina Tiahahu mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran dan memberi semangat kepada kaum perempuan di seluruh negeri untuk ikut berjuang. Saat ayahnya ditangkap dan mendapatkan vonis hukuman tembak, Martha Christina Tiahahu berusaha membebaskan ayahnya, namun gagal. 

Dia memilih bergerilya dan tertangkap hingga menemui ajal di Kapal Perang Eversten. Jasadnya diluncurkan ke Laut Banda dengan penghormatan militer. Martha Christina Tiahahu mendapatkan gelar pahlawan nasional dari Maluku pada 20 Mei 1969 melalui SK Presiden RI No. 012/TK/Th 1969.

5. Cut Nyak Dhien 

Pahlawan Wanita Nasional dari Aceh, Cut Nyak Dhien (Foto: Dok Kemsos.go.id)
Pahlawan Wanita Nasional dari Aceh, Cut Nyak Dhien (Foto: Dok Kemsos.go.id)

Salah satu pahlawan wanita Indonesia dari Aceh yang terkenal yakni Cut Nyak Dhien. Dia lahir pada tahun 1848 di kampung Lampadang, Aceh Besar. Sebagai seorang dari keturunan bangsawan, Cut Nyak Dhien mempunyai sifat kepahlawanan yang diturunkan dari sang ayah yang juga berjuang dalam perang Aceh melawan kolonial Belanda. 

Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang VI Mukim. Dia merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati, seorang perantau dari Minangkabau. Cut Nyak Dhien dikenal sebagai pejuang yang tangguh dan mampu menghidupkan semangat teman seperjuangan dan pengikutnya. 

Hingga menginjak usia senja, Cut Nyak Dhien dan pengikutnya terus bergerilya serta menolak untuk menyerah. Pada 7 November 1905, Cut Nyak Dhien ditangkap oleh Pang Laot yang telah membuat perjanjian dengan Belanda. Setelah ditangkap dia kemudian diasingkan ke Sumedang. 

Cut Nyak Dhien meninggal pada 6 November 1908 di tempat pengasingannya. Cut Nyak Dhien secara resmi dinobatkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106/TK/1964 tanggal 2 Mei 1964. 

6. Cut Nyak Meutia

Cut Nyak Meutia atau yang dikenal dengan Cut Meutia lahir di Keureuto, Aceh Utara, pada 15 Februari 1870. Ayahnya bernama Teuku Ben Daud Pirak dan ibunya bernama Cut Jah. Cut Meutia merupakan anak perempuan satu-satunya dari lima bersaudara. Saat memasuki usia dewasa Cut Meutia dinikahkan dengan Teuku Syamsarif. 

Namun, pernikahan tersebut tak bertahan lama. Cut Meutia akhirnya membangun rumah tangga bersama Teuku Chik Tunong. Keduanya berjuang bersama menjalankan siasat perang gerilya dan spionase yang diawali pada tahun 1901.  

Setelah Cik Tunong dijatuhkan hukuman tembak mati oleh Belanda, Cut Meutia tetap melanjutkan perjuangan bersama Pang Nanggroe hingga 25 September 1910. Setelah wafatnya Pang Nanggroe pun, Cut Meutia tetap melakukan perlawanan bersenjata. 

Cut Meutia akhirnya gugur di medan perang pada 24 Oktober 1910 ketika berusia 40 tahun. Cut Meutia kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tanggal 2 Mei 1964.

7. Rangkayo Rasuna Said 

Pahlawan wanita Indonesia berikutnya adalah Rangkayo Rasuna Said. Berdasarkan buku 7 Tokoh Nasional Sumatera Barat di Bidang Pendidikan dan Pers, Rasuna Said lahir di Desa Panyinggahan Maninjau, Agam, Sumatera Barat pada tanggal 14 September 1910. Dia merupakan putri dari seorang aktivis pergerakan dan pengusaha di Sumatera Barat. Sebagai anak dari keluarga terpandang, Rasuna Said mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan dengan baik. 

Berbekal pendidikan yang dimilikinya, Rasuna Said tergerak untuk berjuang dalam bidang pendidikan. Dia pernah menjadi pengajar di Sekolah Diniah Putri dan turut memberikan pendidikan politik kepada murid-muridnya. Tak hanya itu, Rasuna juga membuka Kursus Pemberantasan Buta Huruf dengan nama, Sekolah Menyesal. 

Setelah itu, Rasuna Said membuka Sekolah Thawalib di Padang, mengajar di Sekolah Thawalib Puteri, dan menjadi pemimpin di Kursus Putri dan Kursus Normal di Bukittinggi. Perjuangan lainnya yang dilakukan Rasuna yakni di bidang politik. Dia pernah tergabung dalam organisasi Sarekat Rakyat dan Persatuan Muslimin Indonesia.

Keberaniannya dalam berpendapat melalui sebuah pidato, membuatnya pernah merasakan kehidupan di penjara selama satu tahun dua bulan di Semarang. Keikutsertaannya dalam organisasi juga masih berlanjut hingga masa penjajahan Jepang. Bahkan, setelah Indonesia merdeka, Rasuna turut aktif di parlemen sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

8. Nyi Ageng Serang 

Pastinya kalian pernah mendengar Perang Diponegoro. Dibalik peristiwa penting tersebut, terdapat seorang pahlawan wanita yang gagah berani berpartisipasi dalam perang tersebut. Ia adalah Nyi Ageng Serang. Kisahnya dituliskan dalam sebuah buku berjudul “Nyi Ageng Serang”. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa beliau merupakan pejuang wanita yang berjiwa nasionalis. Nyi Ageng Serang berjuang tanpa kenal lelah. Sama halnya dengan pejuang kemerdekaan lainnya, Ia bertekad untuk mengusir penjajah. Ia berjuang karena merasa prihatin melihat rakyat yang disayanginya dikuasai oleh bangsa lain dan dipekerjakan paksa.

9. Maria Walanda Maramis 

Maria Walanda Maramis merupakan pahlawan wanita Indonesia dari Minahasa yang mendapat julukan sebagai Kartini dari Minahasa. Hal ini dikarenakan, pahlawan wanita yang lahir pada tanggal 1 Desember 1872 ini berupaya membebaskan perempuan dari keterbelakangan pendidikan. 

Maria sempat bersekolah di Sekolah Melayu di Maumbi, Minahasa Utara, selama tiga tahun dan tak bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

Akhirnya, Maria mendirikan organisasi bernama Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT) untuk memajukan pendidikan kaum perempuan. Lewat PIKAT, kaum perempuan dibekali ilmu untuk berumah tangga, seperti memasak, menjahit, merawat bayi, dan lainnya. Maria terus aktif di PIKAT hingga Ia tutup usia pada tanggal 22 April 1924.

10. Rohana Kuddus

View this post on Instagram

A post shared by Tetikoes Studio (@tetikoes)

Rohana Kuddus merupakan salah satu pahlawan wanita Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat. Beliau juga dikenal sebagai seorang jurnalis perempuan. Rohana Kuddus lahir di Koto Gadang Agam, Sumatera Barat, dan meninggal 16 Desember 1972 di Jakarta pada usia 88 tahun.

Rohana adalah seorang tokoh pendidik sekaligus tokoh pers pertama yang memperjuangkan hak-hak perempuan lewat media cetak melalui koran Soenting Melajoe yang terbit tahun 1912.

Dia memperjuangkan Pendidikan bagi kaum perempuan di Minangkabau dengan mendirikan sekolah  Kerajinan Amai Setia (KAS) dan “Roehana School”. Rohana Kuddus berhasil menyebarkan pengetahuannya seperti yang selama ini diimpikannya lewat surat kabar.

11. Andi Depu

Andi Depu memiliki nama lengkap Andi Depu Maraddia Balanipa. Beliau merupakan pejuang wanita asal Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Ia dikenal karena berhasil mempertahankan wilayahnya dari penaklukan Belanda. Bahkan, Andi Depu berani mengibarkan bendera Merah Putih saat pasukan Jepang datang ke Mandar pada tahun 1942.

Atas keberaniannya, Andi Depu dianugerahi Bintang Mahaputra Tingkat IV dari Presiden Soekarno. Selain itu, Presiden Joko Widodo juga menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada Andi Depu dan 5 tokoh bangsa lainnya. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 123/TK/Tahun 2018 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

12. Fatimah Siti Hartinah Soeharto 

Fatimah Siti Hartinah Soeharto (tengah). (Foto: Arsip Perpusnas).
Fatimah Siti Hartinah Soeharto (tengah). (Foto: Arsip Perpusnas).

Fatimah Siti Hartinah Soeharto atau Tien Soeharto lahir pada tanggal 23 Agustus 1923 di Desa Jaten, Surakarta (Solo), Jawa Tengah. Beliau juga memiliki sapaan akrab yaitu Ibu Tien.

Fatimah Siti Hartinah Soeharto pernah menjabat berbagai posisi kenegaraan seperti Ketua Umum Ria Pembangunan, Penasehat Utama Dharma Wanita, Penasehat Utama Dharma Pertiwi, Penasehat Utama Persit Kartika Chandra Kirana, Penasehat Utama Persatuan Istri Veteran RI (PIVERI),  Pendiri/Ketua Yayasan Kartika Jaya, Pelindung Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Pelindung Yayasan Kartini, Pelindung Himpunan Pandu dan Pramuka Wreda (HIPRADA), Pelindung Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI), dan Pelindung Yayasan Jantung Indonesia.

Ibu Tien telah aktif di bidang keorganisasian sejak remaja dengan aktif di dalam Kepanduan (Pramuka). Pada masa pendudukan Jepang, dirinya pernah menjadi anggota Fujinkai.

Ibu Tien merupakan orang yang memprakarsai pendirian Perpustakaan Nasional sebagai upaya peningkatan minat baca generasi penerus bangsa.

Ibu Tien juga memprakarsai pembangunan Taman Bunga, Taman Anggrek serta Taman Buah sebagai wujud perhatiannya untuk  meningkatkan kesejahteraan petani khususnya petani bunga dan buah-buahan.

13. Fatmawati

Monumen Pahlawan Nasional, Fatmawati Soekarno di Simpang Lima Ratu Samban, Kota Bengkulu, Rabu (5/2/2020). (Foto: iNews/Endro Dwirawan)
Monumen Pahlawan Nasional, Fatmawati Soekarno di Simpang Lima Ratu Samban, Kota Bengkulu, Rabu (5/2/2020). (Foto: iNews/Endro Dwirawan)

Fatmawati merupakan istri dari Presiden pertama RI, Soekarno, sekaligus menjadi Ibu Negara Indonesia yang pertama. Fatmawati merupakan penjahit Bendera Pusaka sang Saka Merah Putih yang dikibarkan dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Fatmawati lahir pada tanggal 5 Februari 1923 di Bengkulu, Indonesia dan meninggal pada tanggal 14 Mei 1980 di Kuala Lumpur, Malaysia, di usia 57 tahun.

Dia aktif berorganisasi, pernah menjadi pengurus Nasyla Aisyiah Muhammadiyah sebagai pembaca ayat Al-Quran, Paduan Suara (koor), dan Pawai Obor.

Dalam bidang kewanitaan, Fatmawati telah berhasil menjadikan Ny Wakijah Sukijo, Ny Pujo Utomo, dan Ny Mahmudah Mas’ud sebagai anggota wanita dalam kepengurusan KNIP berdasarkan  Penpres  No. 17 tahun 1949.

Pada 1951, Fatmawati dengan gigih ikut memperjuangkan agar dokumen, barang, dan arsip pemerintah RI yang dirampas oleh Belanda antara tahun 1945 hingga 1950 di Jakarta dan Yogyakarta dapat dikembalikan ke Indonesia.

Dia juga turut serta secara aktif dalam memberikan bantuan mengirim perbekalan kepada istri prajurit dan para prajurit yang sedang berjuang di wilayah pertempuran. Fatmawati merupakan seorang yang gigih berjuang menjadikan eks Karesidenan Bengkulu sebagai Provinsi Bengkulu.

14. Nyai Ahmad Dahlan (Siti Walidah)

Nyai Ahmad Dahlan merupakan tokoh Emansipasi Perempuan dan tokoh Pembaharu Islam, serta Pendiri dan Pemimpin Aisyiyah. Ia pernah berpartisipasi dalam diskusi perang bersama Jenderal Sudirman dan Presiden Sukarno.

Beliau lahir dengan nama Siti Walidah dan merupakan istri dari pendiri Muhammadiyah sekaligus seorang pahlawan nasional bernama KH Ahmad Dahlan.

Walidah menyertai perjuangan suaminya dalam suka dan duka. Ia memprakarsai berdirinya perkumpulan “Sopo Tresno” pada 1914 untuk wanita Islam, yang mementingkan 3 bidang yaitu dakwah, pendidikan, dan sosial.

Sopo Tresno kemudian dilebur menjadi “Aisiyah” di tahun 1917, Aisiyah menjadi bagian wanita dari Muhammadiyah. Aisiyah berkembang, kemudian menyusul berdirinya perkumpulan untuk remaja putri islam dengan nama “Nasyiatul Aisiyah”.

Dalam bidang sosial, Aisiyah mendirikan badan-badan yatim-piatu, fakir miskin, pemberantasan buta huruf, dan lain sebagainya. Ia juga mendirikan asrama puteri yang diselenggarakan di rumahnya, ia memberikan pendidikan keimanan, praktek ibadah, sampai berlatih pidato, dan dakwah.

Nyai Ahmad Dahlan terus melakukan perjuangannya bahkan setelah suaminya meninggal, ia membina generasi muda terutama perempuan islam agar tekun, gigih, dan berpendidikan. Ia juga turut serta secara aktif dalam memberikan bantuan mengirim perbekalan kepada istri prajurit dan para prajurit yang sedang berjuang di wilayah pertempuran.

15. Opu Daeng Risadju

View this post on Instagram

A post shared by ???????????? ???????????????????? ???????????????????????????? '???????? (@opudaengrisadju)

Opu Daeng Risadju merupakan pahlawan wanita Indonesia, cendekiawan, serta wanita politisi pertama. Dirinya juga berperang melawan Belanda selama Revolusi Nasional. Opu Daeng Risaju merupakan seorang putri keturunan bangsawan.

Awal abad XX, tahun 1927 dia menjadi anggota Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) cabang Pare-Pare. Kemudian pada tanggal 14 Januari 1930 ia terpilih menjadi ketua PSII dan sering mengikuti kongres PSII, baik di Sulawesi Selatan maupun di PSII Pusat Batavia.

Opu Daeng bersama kurang lebih 70 orang anggota PSII ditangkap oleh Belanda dan dimasukkan ke penjara Masamba dengan maksud untuk mengurangi aksi-aksi atau gerakan perlawan dan menghadang perluasan ajaran PSII.

Pada 1946, Opu Daeng bersama pemuda republik melakukan serangan terhadap tentara NICA dan terjadi serangan balasan kepada pasukan Opu Daeng yang mengakibatkan banyak pemuda yang gugur. Opu kemudian ditangkap dan dipenjarakan di Belopa yang membuat telinganya tuli seumur hidup. Opu Daeng mendapat julukan Srikandi di Tana Luwu dikarenakan perannya dan secara aktif memperjuangkan kebangkitan nasional di Sulawesi Selatan.

Editor: Nani Suherni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut