Fakta-Fakta Kampung Janda di Banjarbaru, Nomor 4 Buat Warga Ogah Pulang
JAKARTA, iNews.id - Kabupaten Banjarbaru, Kalimantan Selatan, memiliki perkampungan unik. Kampung tersebut memiliki nama Kampung Janda.
Sebenarnya desa ini memiliki nama asli Kampung Batuah. Daerah ini terkenal karena mayoritas penduduknya yang merupakan perempuan yang sudah ditinggal suami.
Lantas, seperti apa fakta-fakta soal Kampung Janda di Kalimantan? Berikut ulasannya dirangkum melalui YouTube Epic Vice.
Di desa itu kurang dari sepuluh rumah yang memiliki laki-laki. Sisanya, sekitar 90 persen dihuni oleh perempuan berstatus janda. Bisa ada satu sampai tiga perempuan dengan status janda yang tinggal di satu rumah.
Usia perempuan yang menjanda pun beragam, dari semuda-mudanya 25 tahun hingga umur 50 tahun. Ada banyak faktor para perempuan itu menyandang status janda, dari perceraian hingga ditinggal mati sang suami.
Meskipun kata janda dipenuhi konotasi negatif, para penduduk di kampung ini sangat jauh dari stereotipe itu. Karena tidak adanya sosok suami yang bisa bekerja di luar rumah, para perempuan harus menjadi tulang punggung keluarga dan mencari nafkah.
Sebutan Kampung Janda ini berawal dari banjir yang melanda kampung tersebut. Ketika ada seorang warga yang diwawancara oleh seorang wartawan, dia tak sengaja menyebutkan banyaknya janda yang ada di kampung tersebut.
Sang wartawan pun kemudian menyimpulkan, kampung tersebut dijuluki Kampung Janda. Meski awalnya sang narasumber tidak terima, warga lainnya meminta dia membiarkan saja. Hingga melekatlah sebutan Kampung Janda itu sampai sekarang.
Banyaknya anak-anak menghalangi mereka dari mencari kerja jauh dari rumah sehingga para penduduk berinisiatif untuk mendirikan banyak home industry, dari berjualan kain, batu mulia, hingga jajanan khas daerah seperti amplang dan dodol kandangan.
Kemunculan usaha ini membuat kampung ini dikunjungi wisatawan. Sehingga tak jarang banyak orang yang penasaran dengan keberadaan Kampung Janda tersebut.
Dengan status mereka yang tidak bersuami dan konotasi negatif yang mereka sandang, para perempuan ini tetap bisa mandiri. Mereka bisa hidup berkecukupan karena adanya dukungan dari sesama penghuni sekitar mereka.
Editor: Nani Suherni