BANJARMASIN, iNews.id - Jembatan Barito hari ini genap berusia 26 tahun sejak diresmikan 24 April 1997 oleh Presiden Ke-2 Muhammad Soeharto. Sejak dulu hingga saat ini, jembatan layang terpanjang di Tanah Borneo yang membentang di atas Sungai Barito telah menjadi ikon Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Jembatan Barito menghubungkan jalan Trans Kalimantan antara Kalsel dan Kalimantan Tengah (Kalteng). Lokasinya berada di wilayah Kabupaten Barito Kuala.
Jembatan Barito memiliki panjang 1.083 meter dan sempat menjadi jembatan layang terpanjang di Indonesia hingga tercatat dalam rekor Muri. Setelah sekitar 9 tahun menyandang rekor tersebut, baru dipecahkan Jembatan Pasopati, Bandung yang memiliki panjang 2.800 meter dan diresmikan tahun 2005.
Meski sudah kalah panjang, Jembatan Barito yang menjadi akses utama transportasi darat antara Kalsel-Kalteng tetap menjadi sejarah pertama kali di negeri ini sebuah proyek maha besar jembatan gantung.
Dibangun sekitar 5 tahun
Mantan Asisten Pimpro Bidang Operasi Lapangan Pembangunan Jembatan Barito Ir H Nurul Fajar Desira Ces menceritakan, Jembatan Barito dibangun selama sekitar 5 tahun atau dari tahun 1993 hingga 1997 pada masa pemerintahan Orde Baru.
Menurut pria yang kini menjabat Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Kalsel tersebut, pengerjaan jembatan pada tahun pertama, dua, dan tiga secara bertahap. Baru memasuki tahun keempat dan kelima pengerjaan secara penuh.
Megaproyek ini dikerjakan sekitar 700 orang dan patut disyukuri dalam rentang waktu pengerjaan itu tidak terjadi kecelakaan kerja yang menimbulkan korban jiwa.
“Yang ada cuma kecelakaan kerja ringan kala itu, tidak sampai memakan korban jiwa. Padahal itu kan proyek besar,” ujarnya.
Pembangunan jembatan ini dikerjakan hampir semua orang Indonesia, hanya ada satu konsultan perencanaan proyek dari Australia. Sebab, dana pembangunan Jembatan Barito ini tidak hanya bersumber dari APBN, tapi juga ada bantuan dari pihak luar negeri, yakni Australia.
“Untuk konstruksi bagian atas jembatan, seperti kabel baja dan rangka baja, juga tower itu bantuan Australia. Bagian konstruksi bawah seperti pembangunan pondasi dan operasionalnya dana dari APBN,” kata Fajar.
Total dana APBN yang dikucurkan kala itu sebesar Rp150 miliar.
“Ini waktu zaman negara kita belum mengalami krisis, lho,” ucapnya.
Jembatan Barito merupakan jembatan gantung setinggi 15 meter dari permukaan air. Ada empat tiang tower setinggi 33 meter sebagai penyangga kabel baja dan rangka baja bawah.
Adapun kedalaman pondasi tiang tower masing-masing sekitar 60 meter ke dalam perut bumi. Masing-masing antara tiang tower berjarak 240 meter. Ada empat tiang tower.
“Jembatan ini dirancang tahan badai, bahkan masih aman jika sampai berayun hingga satu meter ke samping,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, kalau kabel baja Jembatan Barito itu dipesan dari Kanada, sedangkan rangka baja dari Australia. Untuk bagian konstruksi tower dan beton dan sebagainya dibuat langsung di negara kita.
“Jembatan ini dijamin kekuatannya 100 tahun,” kata Fajar.
Kondisi Jembatan Barito saat ini
Kondisi Jembatan Barito saat ini tetap berdiri megah dan gagah untuk menopang arus lalu lintas di atasnya yang cukup padat. Namun jika dibandingkan beberapa tahun silam, apalagi setelah diresmikan hingga tahun 2000-an, memang sudah lain.
Terasa tidak lagi gemerlap pada malam hari, bahkan saat ini mulai meredup. Kondisinya kalah indah jika dilihat malam hari dari Jembatan Sai Alalak di Banjarmasin yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 21 Desember 2021.
Jembatan Barito saat ini sepertinya minim penerangan, bahkan hampir tidak terlihat tower megah pada malam hari. Demikian juga kondisi jalannya yang terasa ada sedikit terguncang saat kendaraan melalui lubang sambungan jalan jembatan tersebut.
Belum lagi kalau dilihat di sekitar jembatan hampir tidak terawat lagi, padahal dulu ada objek wisata bagi masyarakat yang berkunjung agar tidak nongkrong di atas jembatan.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait