BANJARMASIN, iNews.id - Para ulama dan tokoh masyarakat berperan penting dalam upaya menurunkan angka pernikahan dini atau usia di bawah 19 tahun di daerah Kalimantan Selatan. Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kalsel Adi Santoso.
Dia mengatakan, angka pernikahan dini di daerah tersebut cukup tinggi, bahkan masuk lima besar tingkat nasional. Hal itu katanya, antara lain memicu kasus stunting karena banyak pasangan muda belum mengetahui tentang reproduksi.
Upaya yang telah dilakukan jajarannya dalam menekan pernikahan dini antara lain menyebarluaskan imbauan melalui semua pemangku kepentingan, seperti pemerintah, tokoh masyarakat dan sekolah tentang usia menikah minimal 19 tahun.
Para tokoh masyarakat, termasuk para ulama yang memiliki banyak pengikut diharapkan ikut mengampanyekan dan menyebarluaskan pentingnya mencegah pernikahan dini. Bahkan kini penanganan persoalan perkawinan dini sudah masuk dalam rencana strategis (renstra) DP3A Kalsel pada 2021-2026.
"Masalah perkawinan dini ini, Kalsel pernah nomor satu nasional pada tahun 2017. Pada tahun 2018 bisa turun ke nomor 4, tapi kembali nomor satu pada 2019 hingga 21,18 persen," ujarnya, Selasa (28/2/2023).
Angka pernikahan dini pada 2020 dengan gerakan sosialisasi yang intensif kembali bisa turun yakni 16,24 persen dan pada tahun 2021 kembali turun di angka 15,30 persen.
"Kami harap dengan gerakan yang sudah dilakukan besar-besar termasuk penanganan stunting hasil pendataan pada 2022 bisa makin turun. Di tahun 2023 ini dengan dibantu para ulama dan tokoh masyarakat makin bisa turun lagi," ujar Adi.
Pihaknya mencatat tiga daerah teratas yang mencatat angka perkawinan dini pada 2021 yakni Kabupaten Kotabaru, Tapin dan Tanah Laut. Sementara tiga daerah terendah, yakni Kota Banjarmasin, Banjarbaru dan Kabupaten Tabalong.
"Ini penting jadi perhatian kita bersama, karena kasus stunting juga tinggi di provinsi kita," ucapnya.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait